Pages

Labels

1/24/11

Salah Kaprah Berbahasa Indonesia

DIGITALONLINECLASS -

Salah Kaprah Berbahasa Indonesia
Kaprah adalah kata lain untuk lazim. Salah kaprah maksudnya kesalahan yang dianggap lazim atau dianggap biasa. Salah kaprah dalam penggunaan Bahasa Indonesia terjadi karena kesalahan berbahasa dilakukan secara berulang-ulang, tanpa ada yang mengoreksi atau mengingatkan, sehingga orang akan menganggapnya benar. Kasus salah kaprah ini terjadi di banyak kalangan masyarakat, termasuk di dunia pendidikan, surat-menyurat resmi, dan media massa.

Berikut ini saya paparkan beberapa kesalahkaprahan yang sering dilakukan saat menulis.



Manajer Tim atau Tim Manajer?

Ada penulisan istilah Bahasa Indonesia yang menggunakan struktur bahasa asing: tim manajer.

Tidakkah seharusnya manajer tim? Istilah serapan yang berupa frasa sebaiknya jangan dilakukan setengah-setengah. Ada lagi, marketing manajer. Mengapa bukan manajer pemasaran? Contoh lain, bola volley. Bukankah seharusnya bola voli? Bisa saja sepenuhnya ditulis dalam struktur bahasa asing, team manager, marketing manager, atau volley ball. Akan tetapi, mengapa digunakan bahasa asing jika sudah ada istilahnya dalam bahasa Indonesia?

Massa dan Armada

“Ratusan massa mendatangi Kantor Bupati Gianyar”. Kata massa bermakna ”sekumpulan orang yang banyak sekali”. Apakah ratusan massa berarti ”ratusan kumpulan orang”? Tidakkah yang dimaksudkan ”ratusan orang”, bukan ”ratusan massa”?

Begitu pula kata armada dalam kutipan berikut: “Lima puluh armada taksi sudah siap dioperasikan,”

Makna armada adalah ”rombongan suatu kesatuan”. Jadi, hilangkan saja kata armada dalam kalimat itu. Jika ingin menekankan informasi tentang sejumlah taksi sebagai satu kesatuan, kalimat itu dapat diubah menjadi Armada yang terdiri atas lima puluh buah taksi sudah siap dioperasikan.

Kondusif

Salah kaprah, kata kondusif diberi makna aman. “Keadaan di Poso sudah kondusif.” Tidakkah kata kondusif masih harus diikuti kata lain? Kondusif untuk apa? Jangan-jangan, orang tidak terlalu memahami arti kondusif, yakni ”memberi peluang pada hasil yang diinginkan yang mendukung”.

Kalau yang dimaksudkan keadaan yang membaik, mengapa tidak dikatakan saja Keadaan di Poso sudah membaik atau Keadaan di Poso sudah pulih? Kondusif bagi aparat keamanan berbeda dengan kondusif bagi teroris.

Berhasil Ditangkap

“Pencuri itu berhasil ditangkap di sebuah kantor perusahaan swasta di Ngadisuryan.” Tidakkah lebih benar jika ditulis, “Polisi berhasil menangkap pencuri itu di sebuah kantor perusahaan swasta di

Ngadisuryan”? Mungkin, pada kesempatan lain terjadi, “pencuri itu berhasil melarikan diri ketika hendak ditangkap polisi”. Benarkah kalimat ini, “Tajen di Pura Pemuteran berhasil dibubarkan?”

Bergandengan dan Saling Pukul

“Ia berjalan bergandengan tangan.” Mengapa tidak ditulis “Mereka berjalan bergandengan tangan”? Mungkinkah bergandengan tangan sendirian? Benar, jika ditulis, “Ia bergandengan tangan dengan pacarnya”.

“Saling pukul-memukul”. Tidakkah yang lebih cermat dan padat adalah pukul-memukul atau saling pukul?

Aktifitas atau aktivitas?

Dua cara penulisan ini sering kita temukan. Mana yang benar? Kata itu diserap dari bahasa Inggris activity atau, dulu, kata Belanda activiteit. Kita perlu mengganti huruf jika bunyi yang dilambangkannya membedakan makna dalam bahasa Indonesia. Huruf c pada kata asingnya ditukar dengan k karena melambangkan bunyi yang berbeda. Bagaimana dengan v? Tidak perlu, karena bunyi yang dilambangkannya dalam bahasa Indonesia tidak membedakan makna. Jadi, yang benar aktivitas.

Mengapa kita menulis aktif, bukan aktiv? Karena, huruf v tidak kita gunakan di akhir kata umum dalam bahasa Indonesia. Jadi, active kita serap menjadi aktif. Huruf v di tengah kata tidak diubah. Contoh lain, produktif-produktivitas, agresif-agresivitas, positif-positivisme, dan motif-motivasi.

Standarisasi atau Standardisasi?

Kasus ini mirip dengan aktifitas dan aktivitas. Kata asing standard kita serap dengan menghilangkan huruf d karena bunyi yang dilambangkan cenderung tidak diucapkan dalam Bahasa Indonesia. Jadi, yang benar adalah standar.

Kata standardisation (Inggris) atau standardisatie (Belanda) kita serap menjadi standardisasi. Mengapa huruf d dipertahankan? Bunyi /d/ dapat kita lafalkan sehingga secara keseluruhan lafal dan tulisan standardisasi lebih dekat dengan lafal dan tulisan kata asingnya walau di sana-sini sudah ada penyesuaian.

Baik dicatat, dalam hal menyesuaikan tulisan dan lafal kata serapan, apa yang bisa dipertahankan sebaiknya tidak diubah sehingga dapat lebih dekat dengan bentuk aslinya. Hal itu memudahkan penelusuran asal-usul kata.

Ganti Untung

Baru-baru ini ada berita tentang lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo. Sebuah stasiun televisi memberitakan bahwa korban lumpur Lapindo menuntut agar ganti untung segera dicairkan. Apa itu ganti untung?

Istilah yang lazim kita dengar dan juga kita gunakan adalah ganti rugi. Dalam tata bahasa ganti rugi disebut kata majemuk. Ada bentuk-bentuk kata majemuk serupa itu, misalnya meja tulis. Yang

dimaksud meja tulis adalah meja untuk menulis. Buku gambar adalah buku untuk menggambar.

Anak angkat artinya orang (biasanya berusia muda) yang tidak bertalian darah yang diangkat menjadi anak sendiri.

Contoh lain cetak ulang, yang artinya pencetakan ulang. Dalam contoh-contoh itu terlihat ada pemendekan bentuk. Menulis menjadi tulis, menggambar menjadi gambar, diangkat menjadi angkat dan pencetakan menjadi cetak.

Hal yang sama sebenarnya juga terjadi pada kata ganti rugi, hasil pemendekan dari penggantian kerugian atau sekurang-kurangnya dari ganti kerugian.

Jadi apa yang dimaksud dengan ganti untung dalam berita itu? Dengan analogi tersebut, ganti untung dapat ditafsirkan sebagai penggantian keuntungan atau ganti keuntungan. Hal ini tentu saja tidak masuk akal. (“Keuntungan kok diganti!”). Konon yang menciptakan istilah itu bermaksud agar korban seperti

warga Porong itu mendapat penggantian yang menguntungkan, bukan yang merugikan. Dengan mengubah ungkapan ganti rugi menjadi ganti untung diharapkan kompensasi yang dimaksudkan menguntungkan pihak korban.

Terlepas dari niat baik penulis berita, pengubahan istilah itu jelas mengacaukan makna. Di samping itu, kalau korban manjadi untung, bukankah lalu ada pihak yang merugi? Nah, kalau pihak yang merugi itu adalah pihak yang harus menyediakan dana penggantian, pantas saja kalau mereka menunda-nunda atau enggan melaksanakan.

Menurut Siapa Mengatakan Apa

Ditemukan kalimat seperti ini: “Menurut seorang pakar sosiologi Universitas Indonesia mengatakan bahwa harga demokrasi memang dapat dianggap mahal.”

Kalau kita analisis, mana subjek kalimat itu? Seorang pakar sosiologi Universitas Indonesia? Memang, bagian itulah yang menjadi pokok untuk kata kerja mengatakan. Namun, kalau itu subjeknya, mengapa didahului kata menurut? Apakah kita dapat mengatakan kalimat yang lebih sederhana ini: Menurut dia mengatakan begitu? Aneh, bukan?

Pemecahan sederhana: buang saja kata menurut sehingga kalimat itu menjadi seorang pakar sosiologi Universitas Indonesia mengatakan bahwa harga demokrasi memang dapat dianggap mahal.

Bagaimana jika kita ingin menggunakan kata menurut? Karena kata itu mengawali bagian yang disebut keterangan, jangan lupakan kalimat induknya. Inilah perbaikannya: Menurut seorang pakar sosiologi Universitas Indonesia, harga demokrasi memang dapat dianggap mahal.

Jumlah Korban yang Meninggal Berjumlah Enam Orang

Mari kita simak kutipan yang menjadi judul tulisan ini. Mungkin dengan mudah masalahnya kita temukan, yakni pemakaian kata jumlah dan berjumlah. Aneh sekali jika kita mengatakan bahwa jumlah anu berjumlah sekian. Kalimat aslinya sebenarnya jauh lebih panjang sehingga kejanggalan itu tidak disadari pembuatnya: jumlah korban yang ditemukan meninggal dalam kecelakaan kapal penumpang itu berjumlah 356 orang.

Jika memang perlu membuat kalimat panjang, jangan lupakan kecermatan. Kalimat tadi dapat diperbaiki dengan mengubahnya menjadi: Korban yang ditemukan meninggal dalam kecelakaan kapal penumpang itu berjumlah 356 orang.

Dapat juga dipertimbangkan pengubahannya menjadi kalimat seperti ini: Jumlah korban yang ditemukan meninggal dalam kecelakaan kapal penumpang itu mencapai 356 orang.

Seronok

Dalam suatu acara seminar, seorang perempuan cemberut setelah seseorang memuji pakaiannya yang seronok. Perempuan tadi merasa tidak senang dikatakan dirinya berpakaian tidak sopan di depan umum. Padahal, seharusnya dia senang, karena seronok berarti menyenangkan hati; sedap dipandang.

Bergeming

”Dia tidak bergeming” sering diartikan ”dia tidak bergerak”. Padahal, makna bergeming tidak bergerak sedikit juga; diam saja.

Mengentaskan Kemiskinan?

Agar lebih tepat penggunaannya, perhatikan maknanya, jika akan menulis kata atau istilah. Misalnya, simak kembali makna konfirmasi (= penegasan; pengesahan; pembenaran), massa (= sekumpulan

orang yang banyak sekali), mengentaskan (entas; mengentas = mengangkat/dari suatu tempat ke tempat lain; mengeluarkan dari lingkungan cairan; menyadarkan; memperbaiki nasib). Contoh, “Para menteri diminta untuk mengentaskan petani kecil melalui program transmigrasi”. Tepatkah istilah “mengentaskan kemiskinan”? Tidakkah yang lebih tepat, ”mengentaskan rakyat dari kemiskinan?”

Apotek bukan apotik (apoteker bukan apotiker); atlet bukan atlit (atletik bukan atlitik); praktik bukan

praktek (praktikum bukan praktekum); utang bukan hutang (utang-piutang bukan hutang-pihutang);

hakikat bukan hakekat (hakiki bukan hakeki); teknik bukan tehnik (teknologi bukan tehnologi); ubah

bukan rubah (mengubah bukan merubah); silakan bukan silahkan; sistem bukan sistim (sistematis

bukan sistimatis); nasihat bukan nasehat; karier bukan karir; persen (hadiah) bukan prosen; saksama

bukan seksama; aktif bukan aktip (aktivitas bukan aktifitas); analisis bukan analisa; diagnosis bukan

diagnosa; Anda bukan anda; ekstrem bukan ekstrim (ekstremis bukan ekstrimis); Februari bukan

Pebruari; frekuensi bukan frekwensi; ijazah bukan ijasah; imbau bukan himbau; hierarki bukan hirarki;

izin bukan ijin; metode bukan metoda; narasumber bukan nara sumber; objek bukan obyek; subjek

bukan subyek; risiko bukan resiko; provinsi bukan propinsi; terampil bukan trampil; mungkir bukan

pungkir (memungkiri bukan mempungkiri).

Sekadar bukan sekedar; telanjur bukan terlanjur; telantar bukan terlantar; peduli bukan perduli; andal

bukan handal; antre bukan antri; asas bukan azas; biaya bukan beaya; Buddha bukan Budha;

cendekiawan bukan cendikiawan, cenderung bukan cendrung.

Contoh lain: detail bukan detil; fondasi bukan pondasi; gosip bukan gosif; hafal bukan hapal; horizontal

bukan horisontal; idiot bukan ideot; iktikad bukan itikad; insaf bukan insyaf; isap bukan hisap; iuran

bukan iyuran; jajaki bukan jajagi; jenazah bukan jenasah; justru bukan justeru; judo bukan yudo;

kategori bukan katagori; kelian banjar bukan kelihan atau klian banjar; kernet bukan krenet; khazanah

bukan kasanah, kazanah; konferensi bukan konperensi; kongres bukan konggres; kualifikasi, kualitatif,

kuantitatif, kualitas bukan kwalifikasi, kwalitatif, kwantitatif; kwalitas; makhluk bukan makluk; masjid

bukan mesjid; memoar bukan memoir; merek bukan merk; meterai bukan meterei; miliar bukan milyar;

misi bukan missi; modern bukan moderen; mulia bukan mulya; museum bukan musium; musnah bukan

musna; nonblok bukan non blok, nomor bukan nomer; nonsens bukan nonsen.

Mari mulai cermat dalam menulis. Selamat mencoba

0 comments:

Post a Comment

Total Pageviews

Guest Comment