Pages

Labels

8/21/21

Guru Perlu Baca : Kebijakan #MerdekaBelajar "Terancam" ... ?

Pada akhir 2019, Indonesia berupaya merombak sistem pendidikannya – yang sering mendapat kritik karena terlalu fokus pada hafalan dan standardisasi – melalui rangkaian kebijakan “Merdeka Belajar”.


Beberapa program di bawah payung Merdeka Belajar, seperti “Sekolah Penggerak”, berkolaborasi dengan sekolah dan guru unggulan untuk mempromosikan praktik belajar yang progresif, seperti sistem rencana pembelajaran yang berpusat pada minat dan kebutuhan siswa (customized learning) ketimbang kurikulum yang kaku.

Namun, berbagai pihak kini mulai meragukan efektivitas Merdeka Belajar di tengah intensnya pembelajaran digital akibat COVID-19.

Salah satu masalah utama di masa pandemi adalah banyak guru hanya memindahkan metode mengajar tatap muka ke ranah online, yang hasilnya berantakan.

Banyak dari mereka tidak dilatih untuk menyerahkan tanggung jawab pembelajaran secara penuh pada murid saat kondisi normal, apalagi ketika kelas dilaksanakan secara online.

Guru kesulitan menarik atensi murid melalui kelas Zoom dan terkadang hanya via WhatsApp – bahkan lebih kesulitan lagi mengevaluasi apakah murid benar-benar belajar.

Pada akhirnya, banyak guru memilih untuk sekadar memberikan tugas mingguan pada murid dan berharap mereka belajar secara mandiri. Tapi apakah mereka bisa?

Seperti kata pepatah Inggris:  You can lead a horse to water, but you can’t make it drink.  (Kita bisa menuntut seekor kuda ke sumber air, tapi kita tidak bisa memaksanya untuk minum)

Memberikan para murid kemerdekaan untuk belajar tidak lantas membuat mereka benar-benar belajar.

Di kelas offline pun, banyak murid kesulitan menentukan rencana belajar mereka sendiri.

Kebijakan Merdeka Belajar bukanlah program yang pertama di dunia. Norwegia, misalnya, menerapkan kebijakan serupa terkait customized learning, yang bisa menjadi pelajaran untuk Indonesia.

Pada tahun 1994, Norwegia meluncurkan Reform94 untuk memberi siswa remaja lebih banyak pilihan dan tanggung jawab dalam pembelajaran. Misalnya, mendorong mereka bekerja sama dengan guru untuk merancang kegiatan belajar mereka.

Namun, beberapa evaluasi nasional justru menemukan bahwa hanya siswa unggulan yang punya motivasi cukup untuk belajar secara mandiri – kebanyakan murid lain tidak. Niat baik kebijakan tersebut gagal terealisasi di lapangan.

Para murid tersebut telah terlanjur terlalu bergantung pada guru untuk menentukan apa yang harus mereka pelajari dan bagaimana pengajarannya yang tepat.

Ketika praktik online learning menjadi gencar akibat COVID-19, kami mengamati pola yang serupa di mana siswa menjadi semakin terisolasi dan ditinggalkan tanpa bimbingan.

Bahkan Norwegia – yang sering digadang-gadang sebagai salah satu sistem pendidikan terbaik – tetap menghadapi tantangan hilangnya capaian belajar (learning loss) dan pudarnya fokus belajar siswa di tengah bolak-balik antara sekolah online dan offline.

Jadi, ketika jarak antara guru dan murid senantiasa melebar, bagaimana kita mendorong siswa mengambil alih proses belajar mereka secara mandiri?

Mendesain lingkungan belajar yang fokus utamanya adalah online.

Pandemi ini telah mengajarkan pada kita tentang pentingnya lingkungan belajar digital yang dirancang dengan baik untuk mempertahankan atensi siswa. Murid tidak akan repot-repot berusaha belajar secara mandiri apabila mereka sudah terlebih dulu kehilangan minat belajar.

Hal ini membutuhkan periode mengajar yang lebih pendek, dipadu dengan sesi praktik dan evaluasi yang sama pendeknya.

Pandemi ini telah mengajarkan pada kita tentang pentingnya lingkungan belajar digital yang dirancang dengan baik untuk mempertahankan atensi siswa.  (Pexels/Katerina Holmes), CC BY

Bagi beberapa guru, bentuknya bisa dengan mengubah sesi belajar yang biasanya beberapa jam menjadi pecahan masing-masing 30 menit berisi materi belajar dan aktivitas yang disebar selama periode satu minggu. Dengan begini, murid bisa mempelajari materi tentang DNA, misalnya, dengan kecepatan mereka sendiri selama seminggu tersebut.

Praktik-praktik seperti ini telah lama diterapkan oleh sekolah terbesar di Selandia Baru, bernama Te Kura, dan merupakan fondasi dari lingkungan belajar digital yang efektif.

Te Kura berdiri pada tahun 1922. Pada jaman pra-digital itu, materi ajar dan tugas dikirimkan dan dikembalikan oleh siswa melalui pos untuk kemudian dinilai dan dievaluasi.

Artinya, bahkan jauh sebelum pandemi, Te Kura telah mengadopsi model pengajaran yang beragam, dari sepenuhnya online hingga kelas tatap muka ketika memang dibutuhkan.

Berbagai sumber daya pembelajaran dan platform yang mereka gunakan telah teruji efektivitasnya – para guru sudah menguasai bagaimana caranya mempertahankan atensi belajar murid saat COVID menerpa, dan layaknya menekan saklar, mereka dengan mudah pindah ke pengajaran yang sepenuhnya online.

Konektivisme –- kuncinya ada di sekitar kita

Tapi, seiring waktu berjalan, kunci dari membuat murid belajar secara mandiri adalah membantu mereka “terhubung secara digital” dengan satu sama lain maupun dunia di sekitar mereka.

Psikolog pendidikan George Siemens menjelaskan hal ini dengan baik melalui teorinya tentang “konektivisme” – belajar melalui berbagai jaringan sumber ilmu yang saling terkoneksi.

Dalam bahasa yang sederhana, konsep ini mengatakan bahwa dalam dunia yang senantiasa berubah menjadi online, kita belajar paling baik melalui aktivitas membaca dan mengonsumsi informasi yang terjadi secara spontan.

Contohnya adalah membaca artikel berita, menonton video TED Talks di waktu luang, membaca e-book tentang beragam topik, atau sesimpel bersilaturahmi dengan rekan kerja atau teman sekolah lewat Zoom – mengakses sumber-sumber keahlian yang telah diakumulasi oleh orang lain selama bertahun-tahun.

Karena menawarkan pengalaman “belajar di mana saja, kapan saja”, sumber-sumber tersebut sangat cocok dijadikan metode mengajar di dalam suatu lingkungan pembelajaran digital.

Dalam menyukseskan kebijakan Merdeka Belajar, tidak cukup jika kita hanya memberi ruang bagi siswa untuk merancang pendidikan mereka sendiri. Sekolah dan guru juga harus mendesain lingkungan pembelajaran digital yang benar-benar bisa mempertahankan atensi, motivasi, dan kemandirian mereka untuk belajar.


sumber

Anda Memiliki Email ...? Jika Ya, Maka Anda Adalah Penyumbang Emisi Karbon ... Koq Bisa ...?

Cloud atau komputasi Awan

Tahukah kamu jika mendiamkan email yang tidak dibaca dan menumpuknya bisa meningkatkan emisi karbon yang merupakan salah satu faktor pendorong perubahan iklim?

Sebagian besar email, termasuk spam yang belum dibaca, dan yang kamu biarkan tersimpan di kotak masuk, umumnya disimpan di cloud atau komputasi awan. Penyimpanan ini membutuhkan listrik yang cukup banyak, yang di sebagian besar masih dihasilkan oleh bahan bakar fosil.

Meskipun email tidak lagi berkontribusi pada polusi kertas, mereka masih berkontribusi pada emisi karbon. Jika melihat data tumpukan email masyarakat Amerika Serikat (AS), dilansir The Good Planet, rata-rata mereka memiliki sekitar 500 email yang belum dibaca, yang jika diasumsikan setiap email menyumbang 0,3 gram CO2 berdasarkan emisi karbon, maka kita berurusan dengan 150 gram karbon dioksida ekstra per warga negara AS.

Berapa Banyak Listrik yang Digunakan Email?

Seperti yang dihitung oleh Eco2 Greetings, email berbasis teks memancarkan sekitar 4 gram CO2e (setara dengan karbon dioksida) dengan perkiraan rata-rata per tahun email yang dikirim memancarkan sekitar 136 kilogram CO2e. Dampaknya hampir sama dengan mengemudi mobil bertenaga gas dengan jarak 200 mil (322 kilometer).

Namun menurut Science Focus, mengirim email hanya membutuhkan sekitar 1,7 persen energi dibandingkan mengirim surat kertas. Ini membuktikan bahwa email jelas merupakan pilihan yang lebih ramah lingkungan.

Pusat data juga hanya menyumbang sekitar 1 persen dari semua listrik yang dikonsumsi di dunia pada tahun tertentu, menurut Data Center Knowledge. Tidak banyak dalam skema besar, tetapi jika menilik pusat data yang digunakan perusahaan seperti Google, Facebook, Amazon, dan Microsoft, tentu tak terelakkan angka satu persen akan tumbuh setiap tahun.

Bagaimana Meminimalkan Emisi Karbon di Email?

Kamu bisa mengurangi dampaknya dengan mengambil alih sampah kamu sendiri, yaitu kotak masuk email kamu. 

Melansir Eco2 Greetings, berikut adalah beberapa tips untuk menjaganya tetap bersih dan ramah lingkungan:

  1. Sampah: Kosongkan folder email sampah kamu secara teratur.

  2. Berhenti berlangganan: Kamu dapat berhenti berlangganan email atau buletin yang sebenarnya tidak-sering-kamu-baca-baca-amat, atau menghapus email tersebut setelah kamu membacanya.

  3. Matikan notifikasi: Notifikasi email dari jejaring sosial seperti Facebook, LinkedIn, dan Twitter dapat dinonaktifkan kecuali kamu benar-benar membutuhkannya. Sebagian besar adalah informasi duplikat dari situs web atau aplikasi jaringan.

  4. Kecilkan lampiran: Apa yang ada di email kamu mempengaruhi emisi karbonnya. Kompres lampiran email dan gunakan format file yang lebih ringan atau cukup ganti lampiran dengan hyperlink untuk menggunakan lebih sedikit energi.

Menurut The Good Planet, hampir 107 miliar email spam dikirim dan diterima setiap hari pada tahun 2019. Jika setiap orang hanya menghapus 10 email tersebut, aksi ini dapat menghemat 1.725,00 gigabyte ruang penyimpanan dan sekitar 55,2 juta kilowatt daya.


Sumber dengan perubahan

8/19/21

Fakta - Fakta dalam Proses Perumusan Teks Proklamasi

Pada 17 Agustus 1945 adalah momen penting bagi semua rakyat Indonesia. Di mana tanggal tersebut Indonesia berhasil mendeklarasikan kemerdekaannya dari para penjajah. 

Proses perumusan naskah proklamasi menjadi peristiwa penting bersejarah yang mengantarkan bangsa Indonesia menggapai kemerdekaan. 

Tetapi tahukah kamu, ada banyak pihak yang berperan penting baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses perumusan naskah proklamasi dan memunculkan beberapa fakta sejarah menarik.

Dilansir dari laman Direktorat SMP Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) simak fakta sejarah menarik dalam peristiwa perumusan proklamasi berikut ini. 

1. Peran Ahmad Soebardjo 

Setelah Soekarno-Hatta disandera oleh kaum muda ke Rengasdengklok, Ahmad Soebardjo datang dan berusaha membujuk para pemuda untuk melepaskan dwitunggal.

Akhirnya mereka bersedia dengan jaminan oleh Soebardjo bahwa proklamasi akan terjadi esok hari. Ahmad Soebardjo juga berperan membantu Soekarno–Hatta merumuskan naskah proklamasi. 

2. Peran Laksamana Maeda 

Dari Rengasdengklok, rombongan bertolak ke Jakarta, menuju rumah seorang perwira Jepang bernama Laksamana Tadashi Maeda di Meiji Dori No. 1 untuk membahas masalah tersebut. Setibanya disana, tuan rumah menjelaskan permasalahan dan informasi yang sebenarnya terjadi. 

Maeda lalu mempersilakan ketiga tokoh menemui Gunseikan (Kepala Pemerintahan Militer) Jenderal Moichiro Yamamoto untuk membahas upaya tindak lanjut yang akan dilakukan. 

Namun Jenderal Nishimura yang mewakili Gunseikan menentang rencana mereka. Akhirnya Soekarno, Hatta, dan rombongan kembali ke rumah Maeda dan membuat naskah proklamasi di rumah Maeda.

3. Mesin Ketik

Mesin Ketik yang digunakan Sayuti Melik merupakan mesin ketik buatan Jerman, pinjaman dari Kolonel Kandeler komandan Angkatan Laut Jerman (Kriegsmarine) yang berkantor di Gedung KPM (sekarang Pertamina) di Koningsplein (Medan Merdeka Timur).

Saat itu di rumah Laksamana Tadashi Maeda hanya tersedia mesin ketik dengan huruf kanji. Satsuki Mishima seorang sekretaris urusan rumah tangga di rumah Maeda kemudian berinisiatif meminjam mesin ketik tersebut.

4. Naskah Proklamasi 

Soekarno, Moh Hatta dan Ahmad Soebardjo merumuskan naskah proklamasi. Soekarno menuliskan konsep di atas secarik kertas, sedangkan Moh Hatta dan Ahmad Soebardjo menyumbangkan pikiran secara lisan. Kertas yang digunakan merupakan sobekan dari block note dengan lembarannya bergaris-garis biru.

Konsep teks Proklamasi tulisan tangan Ir. Soekarno kemudian diketik oleh Sayuti Melik dengan mengadakan perubahan kata yaitu kata “tempoh” menjadi “tempo”, “wakil-wakil Bangsa Indonesia” menjadi “atas nama Bangsa Indonesia” serta penulisan hari dan bulannya. Teks tersebut ditandatangani oleh Soekarno Hatta atas nama Bangsa Indonesia.

5. Menu Sahur 

Maeda sendiri sebelum beranjak ke lantai dua rumahnya, sempat berpesan kepada para stafnya agar menjamu tamu-tamu beliau. Nyatanya, hal itu di terjemahkan dengan baik oleh Satsuki Mishima (Kepala Staf Bagian Rumah Tangga Maeda).

Seperti dilansir dalam harian Pos Kota terbitan 18 Agustus 1984, ia yang mengetahui sebagian besar peserta rapat adalah muslim yang akan menjalankan ibadah puasa, berinisiatif membuatkan menu makan sahur berupa nasi goreng, disertai beberapa menu lain berupa ikan sarden, telur dan roti.

6. Peran Pewarta 

Peran para pewarta sangat penting dalam peristiwa ini, antara lain Frans dan Alex Mendoer dari IPPHOS yang mengabadikan momen pembacaan proklamasi, BM Diah dan Jusuf Ronodipuro yang membantu penyebaran berita proklamasi lewat berbagai cara, seperti radio, surat kabar, telegram, serta melalui lisan.


8/16/21

Kesalahan Berulang dalam Menulis Ucapan Dirgahayu dan HUT

Penulisan ucapan yang terkait dengan HUT RI sudah dibahas dari dulu. Namun, ucapan semacam Dirgahayu HUT RI tetap muncul. Barangkali ketidaktahuan pengguna bahasa yang menyebabkan kesalahan terus berulang.

Tepat pada 17 Agustus 2021, Indonesia berusia 76 tahun. Baik individu maupun instansi biasanya bersegera memasang spanduk atau iklan yang berisi ucapan selamat. Pemasangan spanduk atau iklan itu untuk menunjukkan kecintaan kepada republik ini sangat tinggi.

Kecintaan itu patut dihargai, apalagi jika ucapan yang diterakan dalam spanduk atau iklan tersebut sesuai kaidah.

Nah, di sinilah masalahnya. Kerap ditemukan penulisan ucapan selamat tersebut tidak tepat. Tahun berganti tahun, dekade berganti dekade, ucapan yang muncul selalu beragam, dan kesalahan yang sama pun berulang.

HUT RI Ke-74 merupakan frasa yang selalu berulang diucapkan, dan keliru.

Ucapan selamat yang tidak tepat, misalnya, adalah yang sejenis ini: ”HUT RI Ke-74, TNI Pamer Alutsista di Mal Pekanbaru”.

HUT RI Ke-74 merupakan frasa yang selalu berulang diucapkan, dan keliru. Kerap diingatkan oleh orang atau pihak yang berkompeten di bidang bahasa bahwa yang tepat adalah HUT Ke-74 RI. Kenapa demikian? Jika kata bilangan peringkat ke-74 diletakkan di belakang RI, penafsiran yang muncul adalah jumlah RI sebanyak 74.

Penafsiran itu juga menunjukkan bahwa entitas yang sedang berulang tahun adalah RI yang ke-74, bukan RI yang ke-5, ke-10, atau RI yang lain. Padahal, kita tahu, negara RI hanya ada satu, yakni RI yang sedang berumur 74 tahun.

Posisi dalam struktur demikian berpengaruh terhadap makna atau penafsiran yang muncul. Itulah sebabnya, untuk menghindari taksa atau keambiguan, kata bilangan ke-74 harus ditempatkan setelah HUT, bukan setelah RI.

Hal itu bisa diujikan pada contoh lain, misalnya ”Hari Jadi Ke-74 TNI Berlangsung Sederhana”. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa yang sedang merayakan hari jadi ke-74 adalah TNI.

Jika kita balik posisinya, ”Hari Jadi TNI Ke-74 Berlangsung Sederhana”, penafsiran yang muncul adalah entitas yang sedang merayakan hari jadi adalah TNI yang ke-74. Padahal, kita juga tahu, TNI hanya ada satu, yakni TNI yang sedang merayakan hari jadi ke-74.

Yang patut menjadi catatan adalah jika perayaan yang menggunakan kata hari tersebut merupakan sebuah nama. Penulisan Hari Bhayangkara, misalnya, yang merupakan hari kepolisian nasional (Polri), tidak ditulis menjadi Hari Ke-74 Bhayangkara. Penulisannya tetap Hari Bhayangkara Ke-74.

Jika kita menempatkan kata bilangan peringkat ke-74 di antara hari dan bhayangkara, makna yang ditimbulkan menjadi lain. Hari Ke-74 Bhayangkara tidak menunjukkan bahwa kepolisian sedang merayakan hari jadi ke-74, tetapi kepolisian sedang melakukan sesuatu pada hari ke-74. Dengan kata lain, sebelum pada hari ke-74, ada hari lain, yakni hari ke-73, ke-72, dan seterusnya, yang dilakukan kepolisian.

Hal tersebut bisa diujikan juga pada perayaan lain yang menggunakan kata hari sebagai nama, misalnya Hari AIDS, Hari Bumi, dan Hari Ibu. Jadi, untuk Hari AIDS, umpamanya, kita bisa menuliskan Hari AIDS Ke-32 atau peringatan ke-32 (tahun) Hari AIDS.

Harap diperhatikan pula penggunaan ke- dalam tulisan tersebut. Jika imbuhan ini dimasukkan dalam struktur ucapan, mestinya ditulis dengan huruf kapital. Ke- di sini adalah imbuhan, bukan kata depan. Maka, penulisan yang tepat adalah HUT Ke-76 Republik Indonesia, bukan HUT ke-76 Republik Indonesia.

Dirgahayu HUT RI

Tulisan yang juga tidak tepat adalah Dirgahayu HUT RI untuk menandakan bahwa RI sedang berulang tahun. Contoh, ”Ucapan Dirgahayu HUT RI Ke-74 Bertebaran di Mana-mana”.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia daring, kata dirgahayu bermakna ’berumur panjang (biasanya ditujukan kepada negara atau organisasi yang sedang memperingati hari jadinya)’. Bisa juga bermakna ’(semoga) panjang umur’. Contoh dalam KBBI ialah dirgahayu Republik Indonesia, yang berarti ’(semoga) panjang umur Republik Indonesia’.

Penempatan kata dirgahayu yang berasal dari bahasa Sanskerta sebelum HUT menyebabkan maknanya tidak sesuai dengan maksud si pembuat ucapan. Dirgahayu HUT berarti ’(semoga) panjang umur HUT’ atau ’(semoga) HUT berumur panjang’.

Kata dirgahayu lebih pas jika disandingkan dengan RI yang berulang tahun, bukan dengan HUT. Jadi, Dirgahayu RI, ’(semoga) panjang umur RI’ atau ’(semoga) RI berumur panjang’, adalah ucapan yang dianjurkan.

Sepasang jerapah yang didatangkan dari Taronga Zoo, Australia, menjadi penghuni baru Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (18/8/2015). Sepasang jerapah ini tiba bertepatan dengan HUT Ke-70 Republik Indonesia sehingga diberi nama Dirgah dan Ayuri 70 yang jika digabungkan menjadi ”Dirgahayu RI 70”.

Bagaimana pula jika kita ingin mengganti Indonesia, atau menambahkan kata kemerdekaan, di samping kata Indonesia, kita pun dapat melakukannya. Misalnya, Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia atau Dirgahayu Kemerdekaan RI.

Makna yang timbul dari ungkapan tersebut adalah ’(semoga) panjang umur kemerdekaan RI’. Kita mendoakan agar kemerdekaan yang kita raih dan miliki panjang usianya, berlanjut ke akhir zaman, karena kita tidak mau penjajahan oleh bangsa lain terjadi lagi.

Dalam tulisan yang tersebar di media daring, yang semuanya merujuk ke sebaran yang diberikan Badan Bahasa, kata bilangan tidak dianjurkan untuk ditempatkan dalam struktur dirgahayu RI atau dirgahayu kemerdekaan RI.

Dalam sebaran dinyatakan bahwa ucapan yang dianggap benar adalah Dirgahayu Republik Indonesia, Dirgahayu RI, atau Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia. Sementara Dirgahayu HUT RI, Dirgahayu RI Ke-76, dan Dirgahayu Kemerdekaan Kita Ke-76 dianggap salah.

Mungkin perlu dipertimbangkan pendapat yang diungkapkan JS Badudu (almarhum) bertahun-tahun lalu (1983). Mahaguru bahasa ini menganggap penulisan kata bilangan, misalnya ke-76, dapat disandingkan dengan Dirgahayu RI.

Ia menyarankan penulisannya demikian: Dirgahayu RI Ber-HUT Ke-76. Jika diparafrasakan kira-kira ’semoga panjang umur RI yang berulang tahun ke-76’. Hemat penulis, bisa juga dituliskan menjadi Dirgahayu RI yang Ber-HUT Ke-76.

Penulisan lengkap demikian dianggap perlu karena informasi bisa didapatkan sekaligus. Selain ucapan (semoga) panjang umur, informasi ulang tahun yang keberapa pun dapat diperoleh.

Sudah Diingatkan dari Dulu

Penulisan ucapan yang terkait dengan HUT RI sudah dibahas dari dulu. Badan Bahasa (dulu Pusat Bahasa), juga mahaguru bahasa Anton Moeliono dan JS Badudu, selalu mengingatkan kesalahan yang muncul tersebut.

Namun, kesalahan yang sama terjadi lagi. Ujaran dalam peribahasa memang tidak bisa dilawan: malu bertanya, sesat di jalan. Barangkali kesalahan yang selalu muncul disebabkan ketidaktahuan pengguna bahasa. Maka, mencari tahu, bertanya, wajib dilakukan, supaya tidak tersesat jalannya.





8/15/21

Menjadi Guru itu Keren, Berikut Alasannya

Semua orang melalui proses belajar dan mengajar. Banyak yang bilang, guru itu adalah profesi yang mulia. Walaupun begitu, tidak semua orang memiliki keinginan kuat untuk menjadikan guru sebagai profesi. Sebenarnya, jadi guru itu pekerjaan yang sangat mulia, juga memuaskan hati. Namun, gaji yang kurang memadai, pekerjaan menumpuk, dan tekanan agar siswa dapat nilai baik dalam ujian menjadi faktor yang membuat orang ‘takut’.


Meski begitu, janganlah terburu-buru mundur tidak mau jadi guru. Masih banyak alternatif yang bisa dipilih untuk menekuni profesi ini. Bahkan, bisa dijalankan secara part time, seperti mengajar bimbel, atau jadi guru privat.

Apa keuntungan yang diperoleh dengan menjadi guru?

1. Meningkatkan wawasan dan semangat belajar 

Saat mengajarkan sesuatu, maka kita akan turut serta belajar. Tidak mungkin, kan, mengajari orang lain tentang sesuatu tanpa menguasai bidang tersebut? Apalagi kalau menghadapi pertanyaan-pertanyaan. Dengan mengajar, semangat untuk terus belajar dalam diri akan semakin bertambah. Bonusnya? Otak juga semakin terampil kemampuannya karena terus-menerus diasah dan pengetahuanmu semakin luas tentunya.

2. Pekerjaan tidak monoton

Kata siapa jadi guru itu pekerjaan yang monoton dan membosankan? Dibanding pegawai kantoran, guru justru memiliki pekerjaan yang lebih beragam serta dinamis. Tiap hari kita akan terlibat dengan berbagai macam aktivitas, karakter siswa yang unik, topik-topik yang berbeda, dan tantangan baru.

3. Punya peran penting bagi masa depan

Menjadi guru, maka menjadi sosok yang digugu dan ditiru, juga jadi panutan. Guru adalah pengganti orangtua siswa di sekolah. Selain ilmu, siswa juga akan mencontoh perilaku gurunya. Kita jadi memiliki peran penting dalam membentuk perilaku siswa ke depannya. Tanpa disadari, sekecil apapun hal yang kita bagikan, bisa berarti sangat besar dan menggiring pada kesuksesan.

4. Jam kerja fleksibel

Kehidupan pekerjaan seyogianya bisa seimbang dengan kehidupan keluarga. Pekerja kantoran biasanya sulit punya waktu luang di hari kerja. Nah, guru memiliki jam kerja yang lebih singkat. Kalau guru sekolah, menyesuaikan dengan jam sekolah. Apalagi kalau guru privat, kita bisa tentukan sendiri jamnya.

5. Libur lebih panjang

Selain itu, guru juga punya waktu libur lebih lama dibanding karyawan kantoran, mengikuti jadwal murid. Seperti libur semester dan kenaikan kelas, guru mempersiapkan materi dan kurikulum semester atau tahun ajaran baru. Di luar itu, guru masih bisa mengatur waktu untuk berlibur dan menenangkan pikiran.

6. Panjang sabar

Menghadapi berbagai macam karakter setiap harinya akan membuat kita menjadi pribadi yang lebih sabar. Tapi dengan sabar, kita akan jadi lebih ‘kebal’ terhadap stres.

7. Hiburan

Tingkah dan perkataan siswa (khususnya TK dan SD) yang masih polos-polos akan memancing gelak tawa. Siswa juga tidak akan segan mengungkapkan isi hati mereka yang biasanya dapat membuat hati terenyuh. Mereka tidak akan malu menunjukkan rasa sayang kepada guru.

8. Jadi bos

Saat pintu kelas ditutup dan pelajaran dimulai, kita adalah bos di ruangan tersebut. Guru akan memutuskan apa yang hendak terjadi hari itu, topik yang akan diangkat, siapa yang mengerjakan soal, hingga ujian dadakan. Tidak banyak pekerjaan yang memungkinkanmu untuk bisa memberikan kebebasan demikian.

9. Menyalurkan kecintaan pada anak

Ada yang senang dengan anak-anak? Menjadi guru, kita bisa menyalurkan kecintaanmu dengan mendampingi, mengajarkan nilai akademis-non akademis, dan moral pada mereka. Dengan begitu, akan lebih santai menjalani pekerjaan karena kita suka apa yang ada di dalamnya.

Menjadi guru  itu merupakan sebuah dedikasi. Apabila pendidikan di Indonesia ingin maju dan berhasil, guru sebagai ujung tombaknya harus lebih profesional. Baik dalam keahlian, pendampingan, dan menjalani kehidupan.


sumber telah disesuaikan dengan aslnya

Total Pageviews

Guest Comment